Kamu, yang Dulu Kusebut Akrab



Entah sudah berapa lama aku menatap layar ponsel yang kata orang ‘pintar’ ini. Toh rasanya sama saja, aku nggak merasa makin pintar. Malah terkesan dibodohi. Bukan sama perangkatnya sih, tapi lebih dibodohi sama seseorang di seberang sana yang juga menggunakan ponsel pintar ini (atau, sorry ralat, ponsel yang pintarnya lebih pintar dari ponselku).

Ya, kamu.
Sama kamu! Aku dibodohi sama kamu.
Wahai, dirimu yang ada di dunia antartika sana.

Bulanku sudah berubah jadi pagimu. Malamu sudah berubah jadi mentariku. Tapi kok rasanya justru kita semakin jauh, ya? Bukan karena sang waktu atau karena raga kita yang sudah tak lagi bertemu. Semata-mata bukan karena itu. Tapi, jauh dalam artian yang lebih jauh.

Paham maksudku?

Bukan lagi jarak yang membuatku sulit berkata “apa kabar?”, bukan lagi waktu yang membuatmu tak pernah berkata “hai!”. Tapi itu karena kamu. Bukan maksudku hanya menyalahkan kamu. Tapi (untuk yang kesekian kalinya dari kata tapi) coba perhatikan dirimu sendiri. Pernahkah kamu merasa perlu menyapaku? Pernahkah kamu benar-benar rindu mendengar bagaimana kabarku?
Kurasa, tidak.

Kamu sudah tak ingin lagi menghiraukan gurauan macam apa yang aku gembar-gemborkan ini? Terserah… Tapi aku serius. Kamu sudah bukan kamu lagi yang peduli pada hal basa-basi. Bukan berarti basa-basi itu tidak berarti, ya. Justru terkadang, sekadar basa-basi belaka pun akan terasa hangat bila kamu benar-benar niat. Niat mengatakannya, mengungkapkannya, sekadar bertanya “kamu gimana kabarnya?”

Nihil. Kamu bergeming sementara aku malah makin pusing.

Tetap saja aku yang dibodohi di sini. Bukannya aku mau mengasihani diri atau membuat diri ini yang paling berarti. Tapi… (lagi-lagi tapi) kalau memang benar begini yang kualami,
Aku, mah, bisa apa?

Sudah tau ponsel pintar nggak akan bisa mewakili rasa kecewaku padamu. Sudah tau langitmu dan langitku tak  akan bisa lagi menjadi satu. Tetap saja kutunggu balasmu. Dari balik layar ponsel datar yang tak bernyawa ini.

Setidaknya aku cuma butuh satu alasan saja, tidak… Satu pengakuan saja. Pengakuan apa? Bahwa kamu kini memang bukan dia yang dulu kusebut akrab. 
Tidak lagi akrab dengan hubungan kita yang kian sekarat.



P.S. on challenged by www.reyndezvous.wordpress.com dan kandidat lain www.zizatoens.wordpress.com hehehe first time nih ikut challange ginian :)) okay, ditunggu challange selanjutnya ya!



(WoR)

Comments

Popular Posts