Akhir dari Sebuah Kisah: LOMPAT (3)

Tell me that this is real... Tell me that this is not a lie... Tell me that this is true... And convince me that i'm not dreaming...

LOMPAT
JATUH
SAKIT
PERIH
PENING
TAK SADARKAN DIRI
WARAS

Itulah fasenya....
Kini sang korban telah melompat dari roller coaster itu.
Ia jatuh telak di tanah yang cukup tinggi dari kursi pesakitan roller coaster.
Lukanya sakit dan perih karena landing yang keras dan peluru panas mengulitinya selama perjalanan melompat tadi.
Pening yang amat sangat dirasakan karena benturan di tanah.
Sempat tak sadarkan diri beberapa saat.
Namun pada akhirnya ia merasa waras. Normal kembali.

Saat si korban bangkit berdiri, ratusan tangan memapahnya. Ratusan tangan menuntunnya untuk didudukkan di sebuah kursi empuk yang nyaman. Pengalaman melompat dari roller coaster setinggi itu baru pertama kali dirasakannya, baru pertama kali dilihat oleh teman-temannya yang adalah tangan-tangan yang terulur itu sendiri. Yang dengan mengherankannya selalu ada di sana untuk menjaganya

Astagaaaa, ia nyaris lupa bahwa suara itulah yang menolongnya. Yang membuatnya terbangun meski sudah terlambat karena posisinya waktu itu sudah terlanjur di atas roller coaster. HAHAHA ia menertawakan dirinya sendiri. Betapa bodohnya semua tindakannya selama ini. Betapa payahnya ia selama ini. Mengambil keputusan seenak sendiri, tanpa lihat diri sendiri.

Banyak orang mengasihani dirinya yang sudah terluka teramat banyak. Luka sobek, tusukan, tembakan, kulit mengelupas dimana-mana. Namun apa boleh buat saat melompat dijadikan pilihan satu-satunya untuk selamat. Yang ia pikirkan sekarang hanya satu: bagaimana menyikapi sang pembunuh setelah semua kejadian itu? Setelah ia diajak berkeliling di taman bermain yang indah, setelah diajak naik roller coaster dan ditinggal sendirian, setelah sang pembunuh mendapat korban yang baru, dan setelah melakukan lompatan besar dan pendaratan menyakitkan ini? Apakah ia harus membunuh hati yang berangin itu? Menambah luka dalam tubuhnya yang sudah bercacat? Atau harus memaafkannya begitu saja tanpa perlu mengingat kesalahannya?


Sang korban MARAH. IA KESAL. IA JENGKEL. IA TAK TERIMA. IA EMOSI.
Kalau ada satu cara yang harus dilakukan agar semua kemarahannya terlampiaskan, ia akan memilih untuk langsung membunuhnya. Membunuh hati sang pembunuh. BALAS DENDAM ???

Tapi setelah dipikir kembali,
ia ingin memperjelas semuanya terlebih dahulu......

-TAMAT-

(WoR)

Comments

Popular Posts