Akhir dari Sebuah Kisah: LUKA (2)

Tell me that this is real... Tell me that this is not a lie... Tell me that this is true... And convince me that i'm not dreaming...

Waktu terus bergulir dengan cepat. Petualangan menyusuri taman bermain kian ketat. Makin jauh, makin mendalam. Dan tanpa terasa, gerbang arena permainan sudah dilewati. Taman bermain yang indah dan menyenangkan kini hanya kenangan, sudah di belakang, tak terlihat lagi. Yang ada di depan mata saat ini adalah wahana-wahana pemacu adrenalin yang memabukkan, memualkan, memusingkan.

Hati sang korban, yang masih utuh, mulai merasa ada yang tidak beres.
Aku. Aku merasakan ketidakberesan itu. Kalian juga?

Setelah melewati berjuta keindahan, kematian siap menghadang rasanya. Mengerikan.
Tapi tiba-tiba, entah bagaiamana, ada sebisik suara yang datangnya dari sepasang mata yang tadi memandangi sambil mengawasi di taman bermain, berkata demikian:
"Berhati-hati adalah saranku. Karena kalau kau masih ingin melanjutkan perjalanan ini sampai akhir, bersiaplah untuk setiap luka yang 'kan diukir. Olehnya. Coba lihat beberapa waktu ke depan dan putuskan sekarang pilihanmu. Aku tahu kau tak akan percaya sebelum kau membuktikannya sendiri. Jadi, ya, silahkan lanjutkan sambil berpegangan. Lagipula menurutku tak ada salahnya juga kau harus merasakan bagaimana rasanya tenggelam sebelum kau benar-benar bisa berenang. Bukan begitu?" 

WHUUSSSHHH- waktu seolah berhenti- freeze!
Suara itu berbisik dengan kuat di telinga sang korban pembunuhan dalam kasus ini.
Dalam satu kedipan mata, kedua matanya tercelik. Sang korban sempat terbangun. Ia melihat banyak sekali paku, kawat duri, peluru, panah, tombak, semua benda-benda tajam itu tersebar dimana-mana. Namun dengan hebatnya, kesemua senjata mematikan yang siap menorehkan luka baru itu ditata sedemikian rupa sampai nyaris tak terlihat. Tersembunyi dengan rapi. Di bawah roller coaster.

YA, ROLLER COASTER !!
Ia baru ingat, ia baru tersadar... Karena suara itu...
Roller coaster adalah wahana yang pertama kali ia naiki bersama orang yang selalu ada di sampingnya, sang pembunuh berhati hampa. Wahana pertama yang langsung ia naiki setelah melewati gerbang pembatas antara taman bermain yang indah dan arena permainan mematikan itu. Namun saat ia menoleh ke sekelilingnya, ia baru sadar kalau ia sudah terlanjur di atas sana. Ya, di atas roller coaster itu. SENDIRIAN.
Sang korban berusaha memberontak, meminta pertolongan, memanggil nama sang pembunuh, mencoba mencari pegangan. Ia ketakutan. Ia tak bisa apa-apa. Ia melongok ke bawah. Tinggi. Ia berada di posisi tertinggi roller coaster itu dan wahana itupun sedang berhenti di puncaknya. STUCK !!

Harapan akan kebersamaan yang indah yang selama ini selalu dibangun, ketakutan akan perpisahan yang selama ini tak pernah dihiraukan, kini runtuh seketika. Di atas roller coaster itu! Awalnya ia berpikir akan aman bersama orang yang selalu menemaninya selama perjalanan di taman bermain. Dulu rasanya cukup berjalan berdampingan, dunia tak akan terasa lebih indah dan berwarna. Namun kini, saat sang pembunuh tiba-tiba meninggalkannya di pucuk roller coaster yang sedang berhenti, rasanya panah-panah yang tersembunyi itu mulai menghujaminya satu per satu. Menohok. Dalam. Masuk dan tembus sampai ke belakang.

Di saat itulah sang korban baru tersadar, benar-benar SADAR !
Ia telah dijebak. Ia telah diserang. Separuh perjalanan di taman bermain dilalui dengan penuh harapan, harapan yang terus dipupuk sejak awal. Membuatnya susah berpegang pada kenyataan. Kenyataan bahwa dirinya ternyata sedang di ambang batas kesadaran. Dipermainkan, dibuat melayang, diterbangkan. Entah dimana, di sebuah dimensi yang disebut apa namanya.

Kembali ia mencelikkan mata, berusaha menepis pedihnya tusukan panah, mencari sang pembunuh licik itu dan berharap bisa melemparinya dengan panah juga. Dan saat ia mendapati sosok pembunuh itu yang sudah tertawa bahagia dengan korbannya yang baru di bawah sana, jauh di bawah roller coaster, si korban di atas roller coaster itu hanya bisa berteriak. Karena kini giliran tombak yang menghujam. Tombak yang datangnya dari seulas senyum hati yang baru itu, yang kini sedang berada di samping hati sang pembunuh. Hati yang segar yang nantinya akan menjadi korban selanjutnya yang akan didudukkan di kursi pesakitan roller coaster itu oleh sang pembunuh.

SIALAN !
Kini dudukan roller coaster bagaikan paku-paku berkarat menancapi dengan sadis. Sabuk pengaman yang telah mengikat pinggang si korban adalah kawat durinya. Dan satu-satu pilihan agar bisa lepas adalah: menarik diri dengan paksa dari atas sana dan melompat terjun ke bawah. YA, MELOMPAT !! Tidak peduli seberapa banyak luka sobek menghujam, seberapa dalam infeksinya, tidak peduli sisa-sisa kulit 'kan menempel, yang pasti ia siap melompat. Dari pucuk roller coaster. SEKARANG.

...to be continued...

(WoR)

Comments

Popular Posts