Terjatuh
Sebagian dari diriku ingin berteriak. Sebagian lainnya ingin menangis sejadi-jadinya. Dan sisanya hanya ingin duduk diam dan merenungkan semua.
Jadi begini rasanya saat angin mulai berhenti bertiup dan membiarkan kaki-kaki yang semula melayang itu terhempas dengan luar biasa keras ke tanah......
BRUUUKK!
Kini angin itu berbalik arah dan mulai sedikit demi sedikit tak bertiup.
Kering, sesak, dan menyiksa.
Tapi apa jadinya bila kaki-kaki itu sudah terlanjur jatuh dan terantuk batu dengan begitu keras? Bangun dari buaian panjang sang angin adalah konsekuensinya. Kepala langsung pening, namun otak jadi mengerti. Bahwasannya semua kini telah sangat nyata dan jelas.
Angin itu tak dapat dilihat memang, tapi dia nyata!
Angin itu bahkan tak memiliki aroma, tapi dia terasa sangat jelas di kulit!
Lihat kan? Semuanya begitu nyata dan jelas...
Sungguh menyakitkan saat angin itu mulai berhenti bertiup perlahan-lahan tanpa peringatan (atau karena memang peringatan itu telah diabaikan sebelumnya?).
SAKIT.
Rasanya, angin itu ingin pergi untuk selamanya. Dia tak peduli lagi sesakit apa terantuk di tanah dengan keras. Yang dia inginkan hanya pergi. Selamanya. Itupun kalau bisa...
Mungkin karena memang yang diterbangkan sudah cukup susah untuk terus diombang-ambingkan dalam ketidakpastian, maka jatuh menjadi pilihan paling logis baginya untuk mengakhiri semua.
Dan jatuh memang seperti ini rasanya.... Perih. Menyakitkan.
Tapi tak selamanya pula hanya terasa sakit yang menyesakkan. Ketika otak mulai menyadari segalanya, ucapan syukur adalah hal yang patut dinaikkan karena telah terjatuh pada waktu yang sudah ditetapkanNya.
Ketika hanya dengan cara keras agar otakmu segera sadar, jatuh adalah hal terbaik. Meski dari awal kau tahu itu berat dan tidak mudah.Tapi percayalah, proses akan selalu membuat jatuh itu terasa sebagai sebuah fase pendewasaan pribadi yang akan sangat disayangkan bila hanya dilewatkan begitu saja tanpa mempelajari sebuah nilai di baliknya.
Kini, biarkan waktu yang bekerja untuk memulihkan segala sesuatunya sampai kembali seperti semula. Seperti saat-saat dimana angin itu tak pernah bertiup sebegitu kencangnya hingga memporak-porandakan segala yang ada. Persilahkanlah waktu yang membereskan semua puing-puing kekacauan ini.
Namun tak lupa....
Kepada angin,
terimakasih telah membawa sebuah proses lainnya dalam hidup ini. Saat kau berhenti beriup, saat itu pulalah aku ingin berterimakasih pada Tuhan karena cinta kasihNya yang teramat besar pada diri ini (bahkan dirimu sekalipun). Buktinya, Ia sampai-sampai telah membuatku jatuh sekarang dari cengkraman tiupanmu yang tak kalah kencang.
Aku tahu, semua memang indah pada waktunya.
Saat jatuh sekalipun.........
Jadi begini rasanya saat angin mulai berhenti bertiup dan membiarkan kaki-kaki yang semula melayang itu terhempas dengan luar biasa keras ke tanah......
BRUUUKK!
Kini angin itu berbalik arah dan mulai sedikit demi sedikit tak bertiup.
Kering, sesak, dan menyiksa.
Tapi apa jadinya bila kaki-kaki itu sudah terlanjur jatuh dan terantuk batu dengan begitu keras? Bangun dari buaian panjang sang angin adalah konsekuensinya. Kepala langsung pening, namun otak jadi mengerti. Bahwasannya semua kini telah sangat nyata dan jelas.
Angin itu tak dapat dilihat memang, tapi dia nyata!
Angin itu bahkan tak memiliki aroma, tapi dia terasa sangat jelas di kulit!
Lihat kan? Semuanya begitu nyata dan jelas...
Sungguh menyakitkan saat angin itu mulai berhenti bertiup perlahan-lahan tanpa peringatan (atau karena memang peringatan itu telah diabaikan sebelumnya?).
SAKIT.
Rasanya, angin itu ingin pergi untuk selamanya. Dia tak peduli lagi sesakit apa terantuk di tanah dengan keras. Yang dia inginkan hanya pergi. Selamanya. Itupun kalau bisa...
Mungkin karena memang yang diterbangkan sudah cukup susah untuk terus diombang-ambingkan dalam ketidakpastian, maka jatuh menjadi pilihan paling logis baginya untuk mengakhiri semua.
Dan jatuh memang seperti ini rasanya.... Perih. Menyakitkan.
Tapi tak selamanya pula hanya terasa sakit yang menyesakkan. Ketika otak mulai menyadari segalanya, ucapan syukur adalah hal yang patut dinaikkan karena telah terjatuh pada waktu yang sudah ditetapkanNya.
Ketika hanya dengan cara keras agar otakmu segera sadar, jatuh adalah hal terbaik. Meski dari awal kau tahu itu berat dan tidak mudah.Tapi percayalah, proses akan selalu membuat jatuh itu terasa sebagai sebuah fase pendewasaan pribadi yang akan sangat disayangkan bila hanya dilewatkan begitu saja tanpa mempelajari sebuah nilai di baliknya.
Kini, biarkan waktu yang bekerja untuk memulihkan segala sesuatunya sampai kembali seperti semula. Seperti saat-saat dimana angin itu tak pernah bertiup sebegitu kencangnya hingga memporak-porandakan segala yang ada. Persilahkanlah waktu yang membereskan semua puing-puing kekacauan ini.
Namun tak lupa....
Kepada angin,
terimakasih telah membawa sebuah proses lainnya dalam hidup ini. Saat kau berhenti beriup, saat itu pulalah aku ingin berterimakasih pada Tuhan karena cinta kasihNya yang teramat besar pada diri ini (bahkan dirimu sekalipun). Buktinya, Ia sampai-sampai telah membuatku jatuh sekarang dari cengkraman tiupanmu yang tak kalah kencang.
Aku tahu, semua memang indah pada waktunya.
Saat jatuh sekalipun.........
(WoR)
Comments
Post a Comment