Diterbangkan Angin
Aneh...
Bayangkan apa yang akan kamu rasakan saat kakimu masih berpijak teguh di tanah, tiba-tiba angin kencang meniupmu. Membuatmu tak kuasa menahan dorongannya. Hingga akhirnya kaki-kaki teguhmu itu perlahan mulai terangkat naik dari pijakan yang semestinya. Awalnya hanya naik beberapa sentimeter. Lama kelamaan, kamu bahkan tak sanggup lagi menunduk untuk melihat seberapa jauh kamu sudah di awang-awang. Kamu tak bisa berbuat apa-apa, melihat apa-apa. Hanya merasakan tiupan itu.
Apakah karena tertutup awan? Mungkin.
Apakah karena enggan menunduk? Bisa jadi.
Atau, apakah karena angin itu terlalu nyaman untuk dibiarkan hanya meniupmu perlahan tanpa membawamu ke atas? Maka kamu putuskan saja untuk menikmatinya?
Yang terakhir adalah jawaban yang memiliki kemungkinan paling tinggi.
Rasanya sulit sekali kepalamu menunduk. Rasanya berat sekali matamu mencelik. Semua terasa hanya ingin kamu nikmati. Itu saja.
Pertanyaannya, sampai kapan?
Apakah perlu kamu menunggu angin itu berhenti bertiup dan kemudian malah akan menghempaskanmu ke tanah dengan begitu hebatnya? Ouch! Tentu saja itu sakit!
Apakah perlu sebuah pesawat menabrakmu untuk membuat matamu mencelik sampai akhirnya kamu sadar sendiri bahwa angin itu telah menerbangkanmu terlalu jauh di angkasa?
Berkali-kali kamu mengelak dengan beribu alasan.
Berkali-kali pulalah kenyataan akan membuktikan bahwa sebenarnya kamu hanya ingin tahu bagaimana rasanya diterbangkan oleh angin. Bagaimana terbang bersamanya dan mengacuhkan hal-hal lainnya. Hingga bagaimana rasanya kamu dihempaskan begitu rupa di tanah dengan semena-mena.
Hanya ingin tahu, seperti apa diterbangkan angin...
Hanya ingin tahu.
Bayangkan apa yang akan kamu rasakan saat kakimu masih berpijak teguh di tanah, tiba-tiba angin kencang meniupmu. Membuatmu tak kuasa menahan dorongannya. Hingga akhirnya kaki-kaki teguhmu itu perlahan mulai terangkat naik dari pijakan yang semestinya. Awalnya hanya naik beberapa sentimeter. Lama kelamaan, kamu bahkan tak sanggup lagi menunduk untuk melihat seberapa jauh kamu sudah di awang-awang. Kamu tak bisa berbuat apa-apa, melihat apa-apa. Hanya merasakan tiupan itu.
Apakah karena tertutup awan? Mungkin.
Apakah karena enggan menunduk? Bisa jadi.
Atau, apakah karena angin itu terlalu nyaman untuk dibiarkan hanya meniupmu perlahan tanpa membawamu ke atas? Maka kamu putuskan saja untuk menikmatinya?
Yang terakhir adalah jawaban yang memiliki kemungkinan paling tinggi.
Rasanya sulit sekali kepalamu menunduk. Rasanya berat sekali matamu mencelik. Semua terasa hanya ingin kamu nikmati. Itu saja.
Pertanyaannya, sampai kapan?
Apakah perlu kamu menunggu angin itu berhenti bertiup dan kemudian malah akan menghempaskanmu ke tanah dengan begitu hebatnya? Ouch! Tentu saja itu sakit!
Apakah perlu sebuah pesawat menabrakmu untuk membuat matamu mencelik sampai akhirnya kamu sadar sendiri bahwa angin itu telah menerbangkanmu terlalu jauh di angkasa?
Berkali-kali kamu mengelak dengan beribu alasan.
Berkali-kali pulalah kenyataan akan membuktikan bahwa sebenarnya kamu hanya ingin tahu bagaimana rasanya diterbangkan oleh angin. Bagaimana terbang bersamanya dan mengacuhkan hal-hal lainnya. Hingga bagaimana rasanya kamu dihempaskan begitu rupa di tanah dengan semena-mena.
Hanya ingin tahu, seperti apa diterbangkan angin...
Hanya ingin tahu.
(WoR)
Comments
Post a Comment