Seandainya.......

Seandainya aku bisa memilih, mungkin aku akan memilih untuk diam.
Seandainya aku bisa memilih, mungkin aku akan memilih untuk menjadi dingin.
Seandainya aku bisa memilih, mungkin aku akan memilih untuk memejamkan mataku rapat-rapat.


Bohong!
Itu bohong!!!
Aku sedang membohongi kenyataan. (Atau mungkin juga hatiku?)
Entahlah.......
Faktanya, aku bahkan tak bisa diam.
Faktanya, aku justru menjadi semakin hangat.
Faktanya, aku terus mencelikkan mataku lebar-lebar.

Yaaa, SEANDAINYA...
Adalah sebuah kata yang hanya bisa kuandai-andaikan terus di awang-awang. Sama seperti ketika aku berkata: Seandainya kau tidak bertiup, wahai angin.
Apa yang akan terjadi? Apa yang akan kualami? Itulah yang selama ini selalu kuandai-andaikan sementara diri ini sedang ada di awang-awang.


Tapi tunggu........!!!
Rasanya, sepertinya kini bukan lagi seperti itu. Maksudku bukan lagi di awang-awang. Kamu! Ya, kamu tidak lagi terlalu di awang-awang sebenarnya. Sedikit berubah. Agaknya. Kelihatannya. Karena aku mulai mendengar derap langkahmu di darat. Ya, langkah-langkah di darat mulai terasa menjadi nyata.
Seandainya memang benar begitu, maka kini seperti ini jadinya: Maju, selangkah. Maju, selangkah. Maju, selangkah. Lalu langkah-langkah selanjutnya tak kurasa dan kudengar begitu jelas. Hmm, mungkin karena aku terlalu asyik menikmati dan terlalu lama bersyukur atas langkahmu yang kini sudah lebih membumi dari sebelumnya (yang hanya bagaikan desauan angin tak kasat mata).

Tapi seandainya aku cukup pintar dalam memahami tiap derap langkahmu itu, aku yakin pasti ceritanya tidak akan begini. Tidak serumit ini. Ya, begitulah... Seandainya aku lebih peka. PEKA! Lebih peka dalam membaca sekaligus memahami jejak langkahmu kemana akan pergi dan berhenti.

Akhir-akhir ini kata "seandainya" makin kerap menjamuri otak dan mulai menjelma menjadi beribu pertanyaan yang tak kutahu kemana dan darimana harus kudapat jawabnya. Tapi mungkin jika seandainya pertanyan-pertanyaan itu tak muncul, bagaiamana aku bisa memiliki kemauan untuk terus berusaha memahami dirimu yang begitu ambigu. Benar begitu, bukan? Yah, meskipun kini aku tahu bahwasannya kau lebih membumi dari sebelumnya.

Tapi tetap saja.....
Pada intinya: aku BINGUNG.
Tetap saja bingung!!!
Ya Tuhaaaaaan, seandainya aku paham betul apa yang sedang terjadi antara hati, langkah-langkahmu, dan rasa ini, mungkin aku tak akan sebingung ini dalam memikirkan beribu pertanyaan dengan embel-embel "seandainya" lainnya.

Tapi hati ini rasanya tak lagi bisa berbohong. Bahwa di satu titik kadang muncul harapan dalam perkataan: seandainya rasa ini tak pernah mati? seandainya akan terus berlanjut? seandainya aku tak ingin melepasnya?
Dan, lalu apa??? Apa selanjutnya?

Benar, lagi-lagi untuk kesekian kalinya, aku hanya bisa mengembalikan semua "kekacauan" ini pada Yang Maha Kuasa. Biarlah IA yang menyelesaikan, menyingkap tiap tabir kebingungan dalam otak ini menjadi sebuah kenyataan manis nan indah yang akan datang sesuai dengan waktu yang telah ditetapkanNYA.
Karena seandainya DIA, Yang Maha Tahu itu, tak memunculkan dirimu dalam hidup ini, mungkin aku tak akan tahu bagaimana rasanya dibuat gila hanya dengan satu orang dan betapa menyenangkan sekaligus menjengkelkannya itu! Hahaha. Dan seandainya DIA, Yang Maha Baik itu, tak pernah menciptakan perasaan ini di hati, maka mungkin aku tak akan pernah bersyukur dengan apa yang telah dirimu coba taruh di depanku, dalam hidupku.
Akhirnya, semua hanya bisa kubalaskan dengan ungkapan rasa syukur tak terkira padaMU, ya Tuhan. Atas dia, atas hati ini, serta atas rasa ini.....


Aahhh, seandainya aku juga bisa mengharapkan sesendok kepekaan dariMU, maka itu akan menjadi seandainya yang terakhir dari semua seandainya. Semoga. Ya, cukup sesendok kepekaan agar aku lebih paham dan pintar tentang masalah hati, tentang memahami hatimu, juga hatiku sendiri.

Seandainya....................

Comments

Popular Posts